:D

Jumat, 03 Oktober 2014

Penyesusaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Terlarut



I.                   Judul    : Penyesuaian  Hewan Poikilotermik terhadap Oksigen Terlarut

II.                Tujuan : untuk mengetahui penyesuaian hewan poikilotermik terhadap:
·         Oksigen yang terkandung di dalam air karena pengaruh suhu air

III.             Tinjauan Pustaka
Semua organisme laut (kecuali mammalia) bersifat poikilotermik yaitu tidak dapat mengatur suhu tubuhnya (LEVINTON 1982 dalam Horas 1988). Suhu tubuh hewan poikilotermik ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi suhu lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikilotermik air, misalnya kerang, udang dan ikan, suhu tubuhnya sangan ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memprodukdi panas internak secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu air. Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Soewolo, 2000:331)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000 dalam Salmin 2005).
Makhluk hidup dapat diklasifikasikan atas dasar sumber panas bagi tubuhnya. Endoterm adalah kelompok hewan yang mampu memproduksi sendiri panas yang diperlukan untuk tubuhnya. Sedangkan suhu tubuh kelompok hewan Ektoterm berasal dari suhu di sekelilingnya yang merupakan sumber panas tubuh. Kelompok hewan ketiga adalah Heteroterm, tubuh hewan ini dapat memproduksi panas seperti halnya pada endoterm, tetapi tidak mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran suhu yang sempit .
Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah di bawah batas ambang toleransinya hewan ektoterm akan mati. Hal ini karena praktis enzim tidak aktif bekerja sehingga metabolisme berhenti. Pada suhu yang masih bisa ditolerir, yang lebih rendah dari suhu optimum laju metabolisme tubuhnya dan segala aktifitas pun rendah, akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lamban sehingga akan memudahkan pemangsa atau predator untuk memangsa hewan tersebut.
Sebenarnya hewan ektoterm berkemampuan untuk mengatur suhu tubuhnya namun daya mengaturnya sangat terbatas dan tidak fisiologis sifatnya melainkan secara perilaku. Apabila suhu lingkungan terlalu panas hewan ektotermik akan berlindung di tempat-tempat teduh, apabila suhu lingkungan menurun, hewan tersebut akan berjemur dipanas matahari untuk menghangatkan tubuh.
Suhu mempengaruhi proses fisiologis hewan ektoterm termasuk aktivitas yang dilakukan. Penaikan maupun penurunan tersebut mencapai dua kali aktivitas normal. Aktifitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktifitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian.Pada suhu sekitar 10oC dibawah atau diatas suhu normal suatu jasad hidup dan khususnya pada hewan ektoterm dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktifitas jasad hidup tersebut menjadi kurang lebih dua kali pada suhu normalnya. Sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock (Yuliani dan Raharjo, 2009:58).
Respirasi eksternal sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen  didalam lingkunga organisme yang bersangkutan. Untuk lingkungan air, kadar oksigen dipengaruhi oleh kelarutan oksigen dalam air. Kelarutan oksigen dalam cairan secara umum dipengaruhi oleh:
1.      Tekanan parsial oksigen (O2) di atas permukaan cairan. Makin tinggi tekanan O2 di atas permukaan cairan, makin tinggi pada kelarutan oksigen di dalam cairan.
2.      Suhu cairan atau medium. Makin tinggi suhu cairan atau medium, makin rendah kelarutan oksigen dalam cairan atau medium.
3.      Kadar garam di dalam cairan. Makin tinggi kadar garam, makin rendah kelarutan oksigen di dalam cairan (Tim Dosen Fisiologi Hewan, 2014:12).
Hutapea (1990) dalam Melki 2013 menyatakan bahwa perbedaan suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni: (1) variasi jumlah panas yang diserap, (2) Pengaruh konduksi panas (3) pertukaran tempat massa air secara lateral oleh arus dan (4) pertukaran air secara vertikal. Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
IV.             Metode Percobaan
4.1 Alat dan Bahan
Alat:    Termometer                             Bahan: Ikan Mas
            Beaker Glass                                       Air Panas
            Baskom                                               Es Batu
            Pemanas Air
            Timbangan
            Toples ikan
            Kolony Counter
            Stopwatch
Cara Kerja
1.      Pengaruh kenaikkan suhu  medium









Flowchart: Alternate Process: Menjerang air dalam panci.





Flowchart: Alternate Process: Mengisi bak plastik dengan air kran, memberi tanda tingginya air dengan boardmaker, dan mencatat suhu air.









Rounded Rectangle: Menaikkan suhu medium dengan interval 3 0C, dengan cara menuangkan air panas ke dalam bak sampai tercapai suhu yang kita kehendaki, namun jaga volume air tidak berubah, yaitu dengan mengurangi air bak sebanyak air panas yang ditambahkan. Pada saat air panas, jangan sampai mengenai ikannya. Setelah ikan tenang, hitung gerak opekulum per menit. Mengulangi sebanyak tiga kali.






Rounded Rectangle: Meningkatkan suhu hingga mencapai suhu kritis tertinggi. Menghentikan perlakuan pada saat ikan nampak kolaps.
 





































2.      Pengaruh penurunan suhu medium










Rounded Rectangle: Menjerang air dalam panci.






Rounded Rectangle: Menurunkan suhu dikerjakan dengan memasukkan es kedalam bak sampai tercapai suhu yang dikehendaki (interval 3 0C).






Rounded Rectangle: Menurunkan suhu diteruskan, sampai tercapai suhu kritis terendah (ikan nampak kolaps).
 















V.                Hasil Percobaan
PERLAKUAN PANAS
KEL
BERAT
IKAN (gram)
SUHU
GERAK OPERCULUM
RATA-RATA
1
2
3
1
8,6
28 0C
-
-
-
-
31 0C
83
114
100
99
34 0C
133
145
141
139
37 0C
141
149
179
156
40 0C
141
151
146
146
2
7,2
26 0C
145
152
147
148
29 0C
119
128
136
127,6
32 0C
140
138
147
141,3
35 0C
145
158
158
153,6
38 0C
143
150
151
148
3
7,5
28 0C
100
97
109
102
31 0C
84
107
112
101
34 0C
105
112
108
108,3
37 0C
136
152
165
151
40 0C
170
194
197
187
4
5,5
27 0C
77
70
72
73
30 0C
169
85
81
111,67
33 0C
82
79
84
81,67
36 0C
122
103
113
112,67
39 0C
120
119
144
127,67


PERLAKUAN DINGIN
KEL
BERAT
IKAN (gram)
SUHU
GERAK OPERCULUM
RATA-RATA
1
2
3
5
7,7
29
117
116
118
117
26
90
124
100
104,6
23
103
94
100
99
20
77
79
100
85,3
17
61
56
67
61,3
14
13
16
19
16
6
9,8
27
96
99
106
100
24
80
90
86
85
21
70
79
81
77
18
77
76
76
76
15
81
69
64
71
12
65
58
72
65
9
56
32
16
35
7
10,1
30
112
121
125
119,3
27
108
114
111
111
24
112
113
113
112,7
21
156
133
109
132,7
18
114
94
109
105,7
15
104
79
83
88,7
12
80
89
57
75,3
9
70
57
-
63,3
8
6,8
28
97
120
122
113
25
128
108
107
114,3
22
123
108
110
113,7
19
101
93
92
95,3
16
92
87
91
90

VI.             Pembahasan
Pada kali ini kami mengamati praktikum mengenai Penyesuaian Hewan Poikilotermik terhadap Oksigen Terlarut, yang bertujuan untuk mengetahui penyesuaian hewan poikilotermik terhadap oksigen yang terkandung di dalam air karena pengaruh kenaikan suhu maupun penurunan suhu pada medium. Berdasarkan hal tersebut praktikan terbagi menjadi dua kelompok yaitu pengamatan pengaruh kenaikkan suhu dan pengaruh penurunan suhu. Dalam menaikkan suhu praktikan menggunakan air panas sedangkan dalam menurunkan suhu praktikan menggunakan es batu.
Pada saat dilakukannya penambahan air panas maupun es batu, volume air dalam wadah harus tetap konstan artinya dalam memasukkan air panas atau es batu volume air harus sama ketika mengeluarkan air dari wadah. Hal ini dikarenakan agar oksigen yang terlarut dalam air tetap, sehingga faktor suhu yang menjadi hal utama dalam praktikum kali ini dapat sempurna terjadi tanpa adanya faktor lain yang mempengaruhinya.
Pada pengamatan kali ini suhu dalam wadah dinaikkan dengan interval 3 0C , maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerakkan operkulum ikan akan lebih cepat dari suhu awal, kita menaikkan suhu dimana untuk mengetahui pengaruh kandungan oksigen didalam air terhadap respirasi ikan. Hal ini terbukti pada kelompok 1, 2, 3, dan 4 yang mana mengamati mengenai pengaruh kenaikkan suhu.
Pada kelompok 1 dihasilkan suhu awal 28 0C namun karena kurang telitinya praktikan maka praktikan lupa mencatat gerak operkulum pada suhu awal ikan. Sehingga praktikan langsung menaikkan suhu dengan interval 3 0C yaitu 31 0C kami mengamati sebanyak 3 kali pengulangan karena untuk melihat rerata yang sesuai dan hasil yang optimal. Terlihat bahwa pada suhu 31 0C gerak operculum ikan yaitu 99 kali, saat dinaikkan menjadi 34 0C gerrak operculum ikan semakin cepat yaitu 139 gerakkan. Selanjutnya pada suhu 37 0C, dan 40 0C dihasilkan gerakkan operculum 156 dan 146 gerakkan membuka dan menutupnya operculum. Pada kelompok 2, 3 dan 4 juga demikian yang mana semakin suhu meningkat laju gerakkan operculum semakin cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa dalam kondisi suhu naik (semakin panas) maka gerak operkulum ikan semakin cepat dan tingkah laku ikan semakinn aktif, maka dapat dikertahui bahwa jika semakin panas air maka oksigen terlarut di dalam air lebih rendah. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu memicu laju respirasi ikan semakin cepat. Adanya kenaikkan suhu mempengaruhi peningkatan metabolisme ikan, sehingga enzim-enzim yang mana berperan dalam proses tersebut juga akan semakin aktif untuk memecah substrat sehingga metabolisme naik. Apanila hasil metabolisme dalam ikan naik maka akan menghasilkan semakin banyak metabolit, maka darah akan melakukan transport metabolit untuk diedarkan ke seluruh tubuh menjadi cepat sehingga frekuensi denyut jantung juga menjadi meningkat. Dalam mengimbangi proses transpor metabolit yang cepat tersebut maka ikan harus menyediakan oksigen yang juga cepat untuk memecahkan hasil metabolisme menjadi suatu bentuk energi melalui proses katabolisme. Respirasi harus cepat dilakukan agar pemecahan karbohidrat menjadi energi juga menjadi cepat. Maka dari itu semakin tinggi suhu maka proses respirasi semakin cepat yang mana menyebabkan gerakkan operculum juga semakain cepat. Kecepatan respirasi pada kenaikkan suhu tersebut menyebabkan kadar oksigen yang terlarut dalam air semakin sedikit karena banyaknya oksigen yang telah digunakan untuk proses respirasi.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadp suatu pertumbuhan dan penyebaran hewan termasuk pada jenis ikan. Kenaikkan suhu yang melebihi batas toleransi pada organisme dalam hal ini ikan maka organisme tersebut akan kolaps atau bahkan mati. Hal ini karena pada suhu tinggi, protein dalam tubuh ikan baik secara struktural dan fungsional mengalami denaturasi atau kerusakkan. Pada kelompok 1 terlihat bahwa ikan kolaps pada suhu 43 0C, pada kelompok 2 yaitu pada suhu 41 0C, kelompok 3 pada kisaran suhu 43 0C dan kelompok 4 yaitu pada suhu 42 0C. Sehingga batas toleransi pada ikan berbeda-beda. Pada kelompok 1-4 terlihat bahwa ada penurunan pada beberapa kenaikkan suhu hal ini dapat disebabkan oleh volume air panas yang dituangkan tidak sama dengan volume air yang diambil yang mana menyebabkan volume air tidak konstan, maka mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air sehingga rata-rata gerakkan operculum juga tidak valid. Selain itu juga saat menuangkan air paas terkena pada ikan, yang mana menyebabkan ikan stress sehingga menyebabkan semakin lambatnya gerakan operculum.
Berdasarkan hasil pengamatan diatas juga didapat bahwa frekuensi membuka serta menutupnya operculum pada ikan mas terjadi lebih sering pada setiap kenaikkan suhu serta penurunan suhu dari suhu awal kamar, semakin sering ikan itu membuka serta menutup mulutnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila suhu meningkat, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerakan membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat dari pada suhu awal.
Sebaliknya apabila dalam kondisi suhu turun (semakin dingin) maka oksigen yang terlarut di dalam air semakin sedikit, gerak operkulum semakin lambat dan tingkah laku semakin pasif. Pada kelompok 5, 6, 7 dan 8 mengamati mengenai pengaruh penurunan suhu. Pada kelompok 5 terlihat bahwa pada suhu awal yaitu 29 0C gerakkan operculumnya 117 kali namun, terjadi penurunan saat di turunkan dengan interval 3 0C yaitu 26 0C gerakkan operculumnya menjadi lambat yaitu 104,6, pada  suhu 23 0C yaitu 99 gerakkan operculum, pada suhu 20 0C gerakkan operculumnya 85,3 pada 17 0C menjadi lambat yaitu 61,3 dan pada suhu 14 0C gerakkan operculum ikan semakin menjadi lambat yaitu 16 kali dan setelah itu diturunkan lagi menjadi 11 0C ikan kolaps.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat dianalisis dengan adanya penurunan suhu, maka terjadi pula penurunan metabolisme ikan yang mana mengakibatkan kebutuhan 02 menurun, sehingga gerakkan operculum menjadi lambat. Metabolisme yang menurun pada suhu rendah ini disebabkan karena ikan tidak memerlukan banyak oksigen untuk memecah karbohidrat menjadi bentuk gula yang sederhana. Sehingga respirasi dan gerakkan operculum yang gerakkan operculum juga menjadi semakin lambat. Penurunan O2 juga dapat menyebabkkan kelarutan O2 di lingkungannya meningkat. Jadi semakin rendah suhu maka semakin lambat respirasi yang mana menyebabkan lambatnya pula gerakkan operculumnya. Proses respirasi yang lambat memberikan dampak pada semakin tingginya ketersediaan oksigen didalam air (kelarutan oksigen dalam air semakin tinggi).
Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah di bawah batas ambang toleransinya hewan poikilotermik akan mati. Hal ini terjadi karena enzim tidak aktif atau inaktif sehin gga metabolisme terhenti. Pada suhu yang masih dapat ditolerir, yang lebih rendah dari suhu optimum laju metabolisme tubuhnya dan segala aktifitas pun rendah, akibatnya gerakkan hewan tersebut menjadi semakin lambat. Kecepatan respirasi juga dipengaruhi oleh kelarutan oksigen dalam air, semakin tinggi kelarutan oksigen dalam air maka kecepatan respirasi semakin cepat untuk memasok oksigen yang lebih banyak dalam tubuh. Selain adanya faktor tersebut kelarutan oksigen dalam air juga dipengaruhi oleh adanya tekanan parsial serta kadar garam dalam air.
Berat ikan juga mempengaruhi ikan dalam melakukan respirasi. Dimana semakin berat ikan maka semakin luas bidang penampang untuk melakukan difusi, sehingga difusi oksigen akan berjalan semakin lambat yang mana menyebabkan proses respirasi dan gerakkan operculumnya juga semakin lambat. Semakin kecil luas penampang maka respirasi semakin cepat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan sel yang mana berperan untuk melakukan difusi pada ikan yang besar lebih banyak dari ikan yang memiliki luas penampang yang kecil, sehingga respirasi lambat.  Jadi proses penimbangan ikan pada saat praktikum berfungsi untuk mengetahui tentang pengaruh berat ikan terhadap kecepatan respirasinya yang mana berkaitan juga dengan pengaruh luasnya bidang penyerapan difusi oksigen dengan kecepatan respirasi. Namun luas penampang saja tidak terlalu signifikan untuk memberikan dampak kecepatan respirasi tanpa adanya pengaruh kecepatan atau laju metabolisme ikan.

VII.          Kesimpulan
Dalam praktikum kali ini yaitu Penyesuaian hewan poikilotermik terhadap oksigen terlarut dapat disimpulkan bahwa semakin dinaikkan suhunya, ikan semakin bergerak aktif dan juga respirasinya cepat sehingga gerakkan membuka dan menutupnya operculum ikan menjadi sangat cepat. Namun pada saat suhu diturunkan, ikan menjadi semakin pasif yang mana menyebabkan pergerakkan tubuhnya sangat lambat dan proses respirasinya juga sangat lambat sehingga gerakkan membuka dan menutupnya operculum ikan menjadi sangat lambat.
Peristiwa ini disebabkan karena pada saat suhu dinaikkan jumlah kandungan oksigen yang terlarut didalam air itu sangat sedikit sehingga menyebabkan proses respirasi pada ikan berlangsung sangat cepat dan pergerakkan ikan bersifat sangat aktif. Sedangkan pada saat suhu diturunkan jumlah kandungan oksigen yang terlarut dalam air itu sangat tinggi sehingga menyebabkan proses respirasi pada ikan berlangsung sangat lambat dan pergerakkan ikan pun sangat pasif.

VIII.       Saran
Sebaiknya dalam  praktikum disediakan alat untuk pemanas air.




DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung, Horas P. 1988. Pengaruh Suhu Air Terhadap Kehidupan Organisme Laut.  Oseana, Volume XIII, Nomor 4 : 153 – 164.(online: http://scholar.google.co.id/scholar?q=pengaruh+suhu+terhadap+oksigen+terlarut+dalam+air&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart&sa=X&ei=gFYlVPqzD87q8AW2s4CIBw&ved=0CBcQgQMwAA ). Di akses 26 September 2014
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005:21-26ISSN0216-1877.(online: http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fadesuherman09.student.ipb.ac.id%2Ffiles%2F2011%2F12%2FJurnal-BOD-indonesia.pdf&ei=xVMlVPj9EIyn8AWN_YKQBw&usg=AFQjCNHDk-3V6jVj_cjtOB8W3TPNcxSIsA&bvm=bv.76247554,d.dGc , Diakses pada tanggal 26 September 2014
Soewolo. 2000. Pengantar fisiolgi hewan. Jakarta: proyek pengembanagn guru sekolah menengah IBRDLoan no. 3979, Direktorat jenderal pendidikan tinggi, departemen pendidikan nasiona.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
Tim Dosen Fisiologi Hewan. 2014. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Jember: Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Jember.
Yuliani, dan Rahardjo. 2012. Panduan Praktikum Ekofisiologi. Unipress, Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.